Rabu, 21 September 2016

Maaf, Anda Bukan Wartawan


“Jika memang saya harus menjadi wartawan untuk mengetahui bunyi aneh tersebut, saya bersedia menjadi wartawan. Jelaskanlah bagaimana caranya saya jadi wartawan, latihlah saya menjadi wartawan, dan berilah kesempatan kepada saya untuk merasakan suka duka sebagai wartawan.”




------------

Anekdot:

Maaf, Anda Bukan Wartawan


Suatu malam saat sedang hujan, sebuah mobil yang sedang melaju tiba-tiba berhenti di tepi jalan, tepat di depan kantor majalah bulanan Pedoman Karya. Mobil tersebut mogok. Seorang pemuda tampak keluar sambil memegang payung dan memerhatikan mobilnya.
Setelah itu, ia melihat ke arah kantor majalah yang tampak terang-benderang oleh cahaya lampu, namun kelihatan sepi karena waktu sudah menunjukkan sekitar pukul satu dinihari.
Si pemuda kemudian memutuskan masuk ke halaman kantor media massa tersebut untuk meminta pertolongan. Ia memencet bell di pintu pagar dan tak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki yang juga tampak masih muda dan tidak lain adalah pemilik perusahaan sekaligus pemimpin redaksi majalah bulanan tersebut.
“Maaf pak, mobil saya mogok, bolehkah saya menumpang tidur malam ini di kantor Bapak?” katanya.
Dengan senang hati, si pemilik media mengiyakan dan mengajak tamunya bersama-sama mendorong mobilnya yang mogok di tepi jalan untuk dimasukkan ke halaman kantor.
Si pemilik media dengan senang hati pula menyiapkan kamar dan juga menyiapkan makanan serta minuman untuk tamunya. Mereka berdua berbincang sejenak dan setelah itu, si pemilik media mempersilakan tamunya beristirahat.
Saat berbaring dan hendak memejamkan mata, tiba-tiba si pemuda mendengar bunyi yang aneh. Ia ingin keluar kamar untuk mengetahui bunyi yang didengarnya tersebut, namun dibatalkannya karena badannya sudah terlalu letih dan mengantuk.
Keesokan paginya, si pemuda agak terlambat bangun. Setelah mandi dan keluar kamar, ia melihat si pemilik media sudah duduk di ruang tamu sambil membaca majalah. Di meja tamu sudah tersedia makanan dan minuman untuk sarapan.
Setelah sarapan bersama, si pemuda bertanya kepada sang pemilik media tentang bunyi aneh yang didengarnya tadi malam.
“Mohon maaf, saya tidak bisa memberitahukan, karena Anda bukan wartawan, tetapi Anda boleh langsung pulang, karena mobil Anda sudah saya perbaiki,” kata si pemilik media.
Tentu saja si pemuda kecewa dan juga malu. Tak lama kemudian ia pamit sambil mengucapkan terima kasih. Dalam perjalanan pulang, ia masih memikirkan bunyi aneh yang didengarnya tadi malam sebelum tertidur.

Jadi Wartawan

Satu tahun kemudian, kembali terulang peristiwa yang sama. Mobil si pemuda lagi-lagi mogok di tempat dan jam yang sama, serta juga dalam situasi yang sama, yakni pada saat hujan deras.
Si pemuda kembali diterima dengan tangan terbuka oleh sang pemilik media. Ia dijamu dengan baik dan juga tidur di kamar yang sama.
Dan seperti pada tahun sebelumnya, ia kembali mendengar bunyi aneh yang sama sebelum tertidur, dan dirinya pun semakin penasaran.
Keesokan paginya, kembali ia bertanya tentang bunyi aneh yang didengarnya dan lagi-lagi sang pemilik media mengemukakan jawaban yang sama.
“Mohon maaf, saya tidak bisa memberitahukan, karena Anda bukan wartawan, tetapi Anda boleh langsung pulang, karena mobil Anda sudah saya perbaiki,” kata si pemilik media.
Namun karena tak mampu melawan rasa ingin tahunya, si pemuda pun terpaksa menyatakan bersedia menjadi wartawan.
“Jika memang saya harus menjadi wartawan untuk mengetahui bunyi aneh tersebut, saya bersedia menjadi wartawan. Jelaskanlah bagaimana caranya saya jadi wartawan, latihlah saya menjadi wartawan, dan berilah kesempatan kepada saya untuk merasakan suka duka sebagai wartawan,” kata si pemuda.
Maka si pemuda pun direkrut menjadi wartawan dan setahun kemudian ia sudah menjadi wartawan andalan di majalah bulanan tersebut.

Menagih Janji

            Karena masih penasaran dengan bunyi aneh yang pernah dua kali didengarnya, maka si pemuda pun menagih janji sang pemilik media.
            Sang pemilik media memenuhi janjinya dengan mengajak si pemuda tetap tinggal di kantor hingga malam hari. Sekitar pukul satu dinihari, sang pemilik media mengajak si pemuda menuju sebuah pintu rahasia.
            “Bunyi aneh itu ada di belakang pintu rahasia ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kunci.
            Si pemuda dengan rasa penasaran, langsung membuka pintu kayu tersebut. Namun setelah terbuka, di dalamnya hanya ada pintu yang terbuat dari plastik. Si pemuda tentu saja kecewa tetapi tetap penasaran.
            Sang pemilik media kembali menyerahkan sebuah kunci dan si pemuda pun membuka pintu platik tersebut, namun setelah terbuka, dia kembali mendapati di dalamnya ada pintu yang terbuat dari besi.
            Sang pemilik media kembali menyerahkan kunci dan si pemuda pun membuka pintu besi tersebut, namun lagi-lagi didapatinya sebuah pintu, tetapi kali ini pintunya terbuat dari seng.
            Si pemuda mulai keringatan, tetapi ia pun semakin penasaran. Kemudian sang pemilik media memberikan kunci, dan setelah membuka pintu seng, ternyata di dalamnya masih ada pintu lagi, kali ini terbuat dari batu marmer yang cantik.
            Dengan wajah yang mulai agak kesal, si pemuda meminta kunci kepada sang pemilik media dan sebaliknya sang pemilik media menyerahkan kunci sambil tersenyum.
            “Inilah pintu terakhir yang harus Anda buka,” kata sang pemilik media.
            Perasaan kesal si pemuda langsung hilang dan berubah menjadi perasaan gembira, karena sebentar lagi dirinya akan mengetahui bunyi aneh yang didengarnya dua kali dalam dua tahun berturut-turut.
            Setelah pintu yang terbuat dari batu marmer tersebut dibuka, si pemuda akhirnya melihat benda yang menimbulkan bunyi aneh tersebut. Ia sangat kagum melihat benda tersebut dan juga sangat menikmati bunyi aneh tersebut.
            Sayangnya, si pemuda tidak boleh memberitahu kepada para pembaca benda apa yang dilihatnya yang menyebabkan terjadinya bunyi aneh tersebut, kecuali kalau pembaca adalah wartawan. (asnawin aminuddin)

@anekdot hasil kreasi dari cerita humor di grup WhatsApp
@copyright http://www.pedomankarya.co.id/2016/01/maaf-anda-bukan-wartawan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar