“Jika memang saya harus menjadi wartawan untuk mengetahui bunyi aneh tersebut, saya bersedia menjadi wartawan. Jelaskanlah bagaimana caranya saya jadi wartawan, latihlah saya menjadi wartawan, dan berilah kesempatan kepada saya untuk merasakan suka duka sebagai wartawan.”
------------
Anekdot:
Maaf, Anda Bukan Wartawan
Suatu malam
saat sedang hujan, sebuah mobil yang sedang melaju tiba-tiba berhenti di tepi
jalan, tepat di depan kantor majalah bulanan Pedoman Karya. Mobil tersebut
mogok. Seorang pemuda tampak keluar sambil memegang payung dan memerhatikan
mobilnya.
Setelah itu,
ia melihat ke arah kantor majalah yang tampak terang-benderang oleh cahaya
lampu, namun kelihatan sepi karena waktu sudah menunjukkan sekitar pukul satu
dinihari.
Si pemuda
kemudian memutuskan masuk ke halaman kantor media massa tersebut untuk meminta
pertolongan. Ia memencet bell di pintu pagar dan tak lama kemudian, keluarlah
seorang lelaki yang juga tampak masih muda dan tidak lain adalah pemilik
perusahaan sekaligus pemimpin redaksi majalah bulanan tersebut.
“Maaf pak,
mobil saya mogok, bolehkah saya menumpang tidur malam ini di kantor Bapak?”
katanya.
Dengan
senang hati, si pemilik media mengiyakan dan mengajak tamunya bersama-sama
mendorong mobilnya yang mogok di tepi jalan untuk dimasukkan ke halaman kantor.
Si pemilik
media dengan senang hati pula menyiapkan kamar dan juga menyiapkan makanan
serta minuman untuk tamunya. Mereka berdua berbincang sejenak dan setelah itu,
si pemilik media mempersilakan tamunya beristirahat.
Saat
berbaring dan hendak memejamkan mata, tiba-tiba si pemuda mendengar bunyi yang
aneh. Ia ingin keluar kamar untuk mengetahui bunyi yang didengarnya tersebut,
namun dibatalkannya karena badannya sudah terlalu letih dan mengantuk.
Keesokan
paginya, si pemuda agak terlambat bangun. Setelah mandi dan keluar kamar, ia
melihat si pemilik media sudah duduk di ruang tamu sambil membaca majalah. Di
meja tamu sudah tersedia makanan dan minuman untuk sarapan.
Setelah
sarapan bersama, si pemuda bertanya kepada sang pemilik media tentang bunyi
aneh yang didengarnya tadi malam.
“Mohon maaf,
saya tidak bisa memberitahukan, karena Anda bukan wartawan, tetapi Anda boleh
langsung pulang, karena mobil Anda sudah saya perbaiki,” kata si pemilik media.
Tentu saja
si pemuda kecewa dan juga malu. Tak lama kemudian ia pamit sambil mengucapkan
terima kasih. Dalam perjalanan pulang, ia masih memikirkan bunyi aneh yang
didengarnya tadi malam sebelum tertidur.
Jadi
Wartawan
Satu tahun
kemudian, kembali terulang peristiwa yang sama. Mobil si pemuda lagi-lagi mogok
di tempat dan jam yang sama, serta juga dalam situasi yang sama, yakni pada
saat hujan deras.
Si pemuda
kembali diterima dengan tangan terbuka oleh sang pemilik media. Ia dijamu
dengan baik dan juga tidur di kamar yang sama.
Dan seperti
pada tahun sebelumnya, ia kembali mendengar bunyi aneh yang sama sebelum
tertidur, dan dirinya pun semakin penasaran.
Keesokan
paginya, kembali ia bertanya tentang bunyi aneh yang didengarnya dan lagi-lagi
sang pemilik media mengemukakan jawaban yang sama.
“Mohon maaf,
saya tidak bisa memberitahukan, karena Anda bukan wartawan, tetapi Anda boleh
langsung pulang, karena mobil Anda sudah saya perbaiki,” kata si pemilik media.
Namun karena
tak mampu melawan rasa ingin tahunya, si pemuda pun terpaksa menyatakan
bersedia menjadi wartawan.
“Jika memang
saya harus menjadi wartawan untuk mengetahui bunyi aneh tersebut, saya bersedia
menjadi wartawan. Jelaskanlah bagaimana caranya saya jadi wartawan, latihlah
saya menjadi wartawan, dan berilah kesempatan kepada saya untuk merasakan suka
duka sebagai wartawan,” kata si pemuda.
Maka si
pemuda pun direkrut menjadi wartawan dan setahun kemudian ia sudah menjadi
wartawan andalan di majalah bulanan tersebut.
Menagih
Janji
Karena masih penasaran dengan bunyi aneh yang pernah dua kali didengarnya, maka
si pemuda pun menagih janji sang pemilik media.
Sang pemilik media memenuhi janjinya dengan mengajak si pemuda tetap tinggal di
kantor hingga malam hari. Sekitar pukul satu dinihari, sang pemilik media
mengajak si pemuda menuju sebuah pintu rahasia.
“Bunyi aneh itu ada di belakang pintu rahasia ini,” katanya sambil menyerahkan
sebuah kunci.
Si pemuda dengan rasa penasaran, langsung membuka pintu kayu tersebut. Namun
setelah terbuka, di dalamnya hanya ada pintu yang terbuat dari plastik. Si
pemuda tentu saja kecewa tetapi tetap penasaran.
Sang pemilik media kembali menyerahkan sebuah kunci dan si pemuda pun membuka
pintu platik tersebut, namun setelah terbuka, dia kembali mendapati di dalamnya
ada pintu yang terbuat dari besi.
Sang pemilik media kembali menyerahkan kunci dan si pemuda pun membuka pintu
besi tersebut, namun lagi-lagi didapatinya sebuah pintu, tetapi kali ini
pintunya terbuat dari seng.
Si pemuda mulai keringatan, tetapi ia pun semakin penasaran. Kemudian sang
pemilik media memberikan kunci, dan setelah membuka pintu seng, ternyata di
dalamnya masih ada pintu lagi, kali ini terbuat dari batu marmer yang cantik.
Dengan wajah yang mulai agak kesal, si pemuda meminta kunci kepada sang pemilik
media dan sebaliknya sang pemilik media menyerahkan kunci sambil tersenyum.
“Inilah pintu terakhir yang harus Anda buka,” kata sang pemilik media.
Perasaan kesal si pemuda langsung hilang dan berubah menjadi perasaan gembira,
karena sebentar lagi dirinya akan mengetahui bunyi aneh yang didengarnya dua
kali dalam dua tahun berturut-turut.
Setelah pintu yang terbuat dari batu marmer tersebut dibuka, si pemuda akhirnya
melihat benda yang menimbulkan bunyi aneh tersebut. Ia sangat kagum melihat
benda tersebut dan juga sangat menikmati bunyi aneh tersebut.
Sayangnya, si pemuda tidak boleh memberitahu kepada para pembaca benda apa yang
dilihatnya yang menyebabkan terjadinya bunyi aneh tersebut, kecuali kalau
pembaca adalah wartawan. (asnawin aminuddin)
@anekdot hasil kreasi dari
cerita humor di grup WhatsApp
@copyright http://www.pedomankarya.co.id/2016/01/maaf-anda-bukan-wartawan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar