TANGAN DINGIN. Di tangan dingin Abubakar Idhan, LP3M Unismuh Makassar menjelma menjadi salah satu lembaga penghasil penelitian terbanyak di antara ratusan perguruan tinggi swasta di lingkungan Kopertis Wilayah IX Sulawesi. Abubakar meraih gelar gelar doktor pertanian setelah 30 tahun jadi dosen, dengan meneliti bawang merah. (ist)
------
Abubakar Idhan, LP3M Unismuh, dan Bawang Merah
Dalam beberapa tahun terakhir, nama
Abubakar Idhan tampaknya tidak bisa dipisahkan dengan Lembaga Penelitian,
Pengembangan, dan Pengabdian pada Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah (Unismuh)
Makassar.
Di tangan dinginnya, LP3M Unismuh
Makassar menjelma menjadi salah satu lembaga penghasil penelitian terbanyak di antara
ratusan perguruan tinggi swasta di lingkungan Kopertis Wilayah IX Sulawesi.
Abubakar yang menjabat Sekretaris LP3M
Unismuh Makassar, bersama Ir HM Amin Ishak MSc selaku ketua, dan beberapa dosen
yang menggawangi lembaga tersebut, bukan hanya terus-menerus berhasil mendapatkan
tambahan dana penelitian dari Kemenristek-Dikti, melainkan juga berhasil menaikkan
peringkat Unismuh Makassar dalam hal jumlah dana penelitian, yaitu dari Klaster
Binaan menjadi Klaster Madya.
“Unismuh Makassar sudah masuk Klaster
Madya dalam bidang penelitian perguruan tinggi. Tahun 2016, Unismuh Makassar
memperoleh dana penelitian sebesar Rp5 miliar dari Kemenristek-Dikti,” jelas Abubakar
kepada Operator Wartawan AKSI Unismuh Makassar, belum lama ini.
Rektor Unismuh Dr H Abdul Rahman Rahim
SE MM, pun langsung memberikan apresiasi kepada ketua, sekretaris, dan anggota
LP3M Unismuh atas prestasi mereka menaikkan peringkat Unismuh Makassar dari
klaster binaan menjadi klaster madya dalam bidang penelitian perguruan tinggi.
Apresiasi dan ucapan terima kasih
tersebut disampaikan pada acara Sosialisasi Klaster Madya Penguatan Strategi
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, di Aula Fakultas Kedokteran Unismuh
Makassar, Sabtu, 3 September 2016.
“Kini Unismuh Makassar memiliki dana
peneitian sebesar tujuh miliar, terdiri atas lima miliar dari Kementerian
Ristek-Dikti dan dua miliar dari Unismuh Makassar. Ini harus menjadi motivasi
bagi kita semua untuk aktif melakukan riset. Jangan sampai uang yang lima
miliar dari kementerian itu tidak bisa dihabiskan, karena bisa-bisa turun lagi
peringkat penelitian kita,” tutur Rahman.
Jadi Dosen Sejak
1986
Abubakar Idhan yang lahir di Bulukumba,
pada 2 Juni 1958, sebenarnya baru sekitar sembilan tahun menjadi dosen di
Unismuh Makassar, tepatnya sejak 1 Januari 2007.
Sebelumnya, suami dari Siti Zakia
Djuddin, ayah dari empat anak, dan kakek dari dua cucu ini, adalah dosen Universitas
45 Makassar (sekarang Universitas Bosowa).
“Waktu itu (tahun 1986) di saya diangkat
sebagai dosen tetap yayasan. Jadi, secara keseluruhan, saya sudah 30 tahun jadi
dosen,” katanya.
Tahun 1992, anak dari Muhammad Idris
(almarhum) dan Sitti Hawan (almarhumah) terangkat menjadi pegawai negeri sipil sebagai
Dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang Diperbantukan (DPK) di Universitas 45
Makassar.
Teliti Bawang
Merah
Setelah 30 tahun jadi dosen dan di
usianya yang ke-58 tahun, barulah ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang
pertanian.
Abubakar Idhan berhasil meraih gelar
doktor pertanian dari Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin (Unhas)
Makassar, pada 20 Januari 2016, setelah melakukan penelitian tentang produksi
biji botani bawang merah.
Mengusung judul disertasi “Produksi Biji
Botani Bawang Merah dengan Perlakuan Vernalisasi dan Giberellin (Ga₃)
pada Dua Ketinggian Tempat”, Abubakar mengatakan, masalah utama dalam produksi
biji botani bawang merah (True Shallot Seed/TSS) di Indonesia adalah kemampuan
berbunga dan menghasilkan biji tanaman bawang merah masih rendah.
“Banyak faktor yang memengaruhi
pembungaan dan pembijian bawang merah, antara lain faktor genetik (varietas),
dan faktor cuaca, terutama panjang hari yang relatif pendek yakni kurang dari
12 jam, dan rata-rata temperatur udara yang cukup tinggi yakni di atas 18
derajat celcius di Indonesia, kurang mendukung terjadinya inisiasi pembungaan,”
katanya.
Mengutip Sumarni (2013), Abubakar,
mengatakan, aplikasi zat pengatur tumbuh giberelin (GA3) dapat menggantikan
seluruh atau sebagian fungsi temperatur rendah dan hari panjang untuk inisiasi
pembungaan.
Sehubungan dengan itu dan setelah
melakukan dua kali percobaan pada penelitiannnya, Abubakar menyarankan bahwa
produksi biji botani bawang merah dapat dikembangkan dengan menggunakan
varietas Bangkok adaptasi Jeneponto, Varietas Bima Brebes, Varietas Mentes,
Varietas Bauji, dan Varietas Manjung pada lokasi dataran tinggi (1000 m dpl).
“Produksi biji botani bawang merah pada
ketinggian 1000 m dpl, perlu dikembangkan karena secara bersamaan dapat
dihasilkan biji botani dan umbi konsumsi atau umbi bibit,” katanya di hadapan
yang terdiri atas Prof Hazairin Zubair, Prof Elkawakib Syam’un, Prof Badron
Zakaria, Dr Muhammad Riadi, Dr Amirullah Dahlan, Dr Novati Eny Dungga, dan Dr
Syatrianty A Syaiful. (asnawin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar